Malutzone – Ketua DPRD Kota Tidore Kepulauan, Ade Kama menanggapi rencana Wali Kota mengevaluasi SK tentang besaran tunjangan pimpinan dan anggota dewan.
Rencana evaluasi itu setelah disoroti oleh GP Ansor dan Fatayat NU Kota Tidore saat berdialog dengan Wali Kota Tidore Kepulauan pada Selasa (2/9/2025).
Salah satu yang disoroti adalah tunjangan perumahan anggota DPRD Kota Tidore, dimana disebutkan 22 anggota menerima tunjangan perumahan sebesar Rp13 juta per bulan, wakil ketua Rp28 juta per bulan dan ketua menerima Rp30 juta per bulan.
Ketua DPRD Kota Tidore Kepulauan Ade Kama mengatakan, tunjangan anggota DPRD sendiri telah diatur dalam Undang-undang 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD.
Ia menjelaskan, khusus tunjangan perumahan diberikan kepada pimpinan dan anggota jika pemerintah tidak menyediakan rumah negara.
“Di dalamnya (regulasi) disebut begini, pimpinan DPRD dapat diberikan tunjangan perumahan yang terdapat dalamnya adalah fasilitas rumah tangganya,” kata Ade kepada sejumlah wartawan di gedung DPRD Kota Tidore, Rabu (3/9/2025).
Menurutnya, untuk tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD itu memang besar karena di dalamnya termasuk belanja rumah tangga.
“Pertanyaannya kenapa begitu besar? Belanja rumah tangga yang dimaksud di dalamnya itu bayar listriknya, bayar airnya, bayar telponnya, dan segala kebutuhan disitu itu dibiayai,” katanya.
Namun, penjelasan Ade Kama justru berbeda dengan yang disebutkan dalam peraturan pemerintah nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD.
Padal pasal 17 ayat 3 berbunyi, besaran tunjangan perumahan yang dibayarkan harus sesuai dengan standar satuan harga sewa rumah yang berlaku untuk standar rumah negara bagi pimpinan dan anggota DPRD, tidak termasuk mebel, belanja listrik, air, gas, dan telepon.
Selanjutnya pada pasal 18 ayat 5 disebutkan, dalam hal pimpinan DPRD tidak menggunakan fasilitas rumah negara dan perlengkapannya, tidak diberikan belanja rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) huruf c.
Kalaupun pimpinan DPRD menggunakan fasilitas rumah negara dan perlengkapannya, maka belanja rumah tangga dianggarkan dalam program dan kegiatan sekretariat DPRD, bukan melekat langsung pada tunjangan perumahan pimpinan DPRD. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 ayat 3.
Ade Kama mengatakan, pihaknya mendukung jika Wali Kota Tidore berencana mengevaluasi tunjangan pimpinan dan anggota DPRD karena alasan efesiensi keuangan daerah.
“Saya rasa Wali Kota, seorang Muhammad Sinen pasti berpikir matang. Prinsipnya kami sepakat, karena yang dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Tidore Muhammad Sinen, juga meminta DPRD untuk menilai besaran tunjangan milik pejabat di lingkup Pemerintah Kota Tidore, termasuk tunjangan milik Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
“DPRD juga harus menilai kepada Pemerintah Kota atas besaran tunjangan yang tidak wajar, sehingga dampak dari efisensi ini, benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat,” katanya.
Menurutnya, besar dan kecil nilai tunjangan, bukan menjadi ukuran soal kepuasan. Melainkan ketulusan dan keikhlasan dari pejabat untuk membangun daerah, dan mensejahterakan masyarakatnya.
“Soal tunjangan ini tidak boleh ikut kemauan kita, tapi harus disesuaikan dengan kemampuan daerah, jadi kita sudah harus memulai dengan melakukan efisiensi dari diri sendiri,” ucapnya.









